DOWNLOAD

Sabtu, 16 Juli 2011

Tantangan mengajar di pedesaan

 
TANTANGAN MENGAJAR DI PEDESAAN
“TIANG-TIANG YANG LAPUK DI MAKAN WAKTU, LANGIT-LANGIT
 YANG JEBOL DIMAKAN WAKTU, SERTA RUANG KELAS
YANG SEBENARNYA KURANG LAYAK UNTUK MELAKUKAN
 PROSES PEMBELAJARAN”


Abd. Fatah, adalah nama yang diberikan orang tua kepada saya. Nama yang sangat sederhana, tetapi bagi saya sungguh bermakna. Abd. Fatah diambil dari nama Asmaul Husnaa, salah satu bagian dari 99 nama tuhan, Dzat yang menciptakan langit dan bumi beserta di antara keduanya. Bagi saya sendiri nama tersebut seolah menjadi cambuk tersendiri yang menuntut saya untuk selalu memperbaiki kualitas diri.
Entah suatu kebetulan atau tidak, selaras dengan nama tersebut saya ditakdirkan menjadi seorang guru. Sebuah profesi yang harusnya mampu mempersiapkan generasi-generasi bangsa.  Menjadi seorang guru bagi saya adalah suatu kehormatan karena melalui para gurulah nasib bangsa ini ditentukan.
Guru, sebuah pekerjaan yang mulia. Pahlawan tanpa tanda jasa, demikian julukan itu disematkan. Membayangkan pendidikan, tanpa sosok guru laksana melukis di langit. Tanpa kehadiran seorang guru, pendidikan apapun itu mulai tingkat paling dasar hingga atas, formal maupun informal, tak akan pernah bisa berjalan.
Banyak orang menjadi guru, bukan sebab material. Karena guru, terutama di Indonesia, sudah dikenal dengan profesi yang bergaji sedang (untuk tidak dikatakan rendah). Sehingga minat untuk menjadi guru mungkin hanya ada di kepala sebagian kecil anak-anak. Padahal melalui perantara guru lah, cahaya ilmu itu bersemai.
Bagi saya sendiri, kebahagian terbesar adalah saat melihat anak didik saya sukses di masa depan. Itulah yang menjadi kebanggaan, yang mampu menghilangkan lelahnya dalam mendidik putra didik dengan hanya 'imbalan materi' yang masih secukupnya. Maka bagi anak didik, memberikan bentuk penghormatan atau sekedar tegur sapa kepada guru-gurunya dulu kala, akan memberikan energi kepada guru tersebut untuk terus mengabdi, dan mengabdi dalam pendidikan mencetak generasi penerus yang lebih baik.
Menjadi guru adalah pekerjaan mulia. Apa yang saya yakini, sebuah analogi yang diberikan guru SMU dulu, bahwa menjadi guru berarti sudah berniat untuk meletakan satu kaki di Surga, dan bukan sebuah hal yang berat untuk menggeser satu kakinya yang lain. Atas dasar sebuah keikhlasan akan perjuangan.
Saya adalah salah seorang guru di antara ratusan ribu guru yang ada di Indonesia. Dengan bekal tekad yang bulat, saya juga memantapkan diri untuk turut serta menyiapkan kader generasi bangsa. Saya mengajar di sekolah tingkat dasar di daerah pedalaman. SDN Banjar Billah II, sebuah sekolah di kecamatan Tambeangan kabupaten Sampang ini secara geografis berada di pojok kabupaten Sampang.
Sekolah yang terletak di bawah pegunungan ini, hanya memiliki 3 ruang kelas.  Di setiap kelas ada sebuah papan sekat yang membagi ruangan menjadi dua. Sehingga ada dua proses kegiatan belajar mengajar di setiap ruang kelas saya. Kelas satu digabung dengan kelas dua. Kelas tiga digabung dengan kelas empat. Kelas lima digabung dengan kelas enam.
Dalam keseharian mengajar, kita harus benar-benar menjadwalkan dengan baik. Jikalau di sekat yang satu Mata Pelajaran matematika, maka di sekat yang lain tidak boleh menyanyi, karena hal ini akan menggagu. Demikianlah yang saya alami ketika mengajar di SDN Banjar Billah II Kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang ini. Bangunan sekolahnya terbilang cukup berbahaya jika melihat atapnya yang sudah tidak layak ditempati. Dari depan sudah tampak tiga lokal kelas dengan rruang guru dan Kepala Sekolah. Halaman sekolahnya gersang. Aktivitas belajar dimulai pukul delapan.
Pernah ada salah seorang murid yang pingsan saat upacara karena belum makan. Siti Khadijah murid yang paling rajin. Ia berumur 9 tahun. Sejak kelas 1 SD menempuh pendidikan dengan sarana dan prasarana yang sangat terbatas. Selain itu, dia dan juga beberapa temannya harus menempuh perjalanan yang jauh untuk menuju sekolahnya ini.
Di samping itu, dia menjajakan makanan kecil kepada teman-temannya untuk menambah penghasilan kedua orang tuanya. “Berangkatnya jam enam pagi, tetapi sampai di sekolah setengah tujuh,” ucapa Fatah bercerita. Dengan latar belakang daerah pegunungan yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan mencari kayu bakar untuk dijual, sehingga nasib inilah membuat masyarakat minim pengetahuan.
“Dulu pernah ada satu kejadian begini, ketika upacara bendera tiba-tiba ada seekor kera atau monyet yang muncul di sekitar kawasan sekolah ini, sehingga semua murid yang ikut upacara bubar,” terang Abd. Fatah sambil tertawa kecil.
Persoalan yang banyak menjadi keluhan kecil para guru adalah lokasi yang terpencil dengan jalan masih banyak batu-batu yang berserakan belum tertata dan sangat membahayakan. Tidak jarang bila musim penghujan banyak guru yang terjatuh dari sepeda motor karena jalan yang teramat sulit dan licin. Di samping kesejahteraan para guru dan Kepala Sekolah memprihatinkan sekali di dalam menempuh kehidupan sehari-harinya. Tetapi walaupun kendala dan problematika yang dihadapinya menimpa di setiap melangkah, para dewan guru dan Kepala Sekolah mempunyai kata sepakat untuk tetap meningkatkan mutu pendidikan demi masa depan anak didik kita.
Saya mengabdikan diri bersama 3 orang guru ditambah 1 Kepala Sekolah. Dua orang di antaranya adalah Pegawai Negeri Sipil dan satu orang yang lain adalah tenaga honorer. Semua dewan guru tersebut memgang dua kelas dan mereka semua harus menempuh perjalanan beberapa kilo meter setiap harinya untuk mengajar.
Layaknya SD pada umumnya, jangan dibayangkan siswa di sini berseragam lengkap. Ada sebagian yang tidak berseragam, bahkan ada yang membawa adiknya ke sekolah. Orang tua mereka bekerja seharian karena di rumah tidak ada yang mengasuh, ditinggal orang tua mereka seharian di ladang dan sawah atau mencari kayu bakar ke gunung. Pada sekitar tahun 2003 dengan membawa seragam sekolah, guru-guru menghampiri rumah-rumah penduduk untuk mengajak anak-anak usia sekolah mau belajar di SD.
Pertama kali, banyak masyarakat yang asing dengan sekolah. Tidak jarang masyarakat datang ke sekolah hanya melihat apa yang dilakukan sekolah. Belakangan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya semakin besar. Hanya saja, hal itu tidak diikuti dengan keberadaan lokal kelas bagi siswa yang sudah mulai tambah banyak.
Kami bersama Kepala Sekolah sudah mengajukan beberapa kali suatu usulan untuk penambahan ruang kelas baru. Lagi-lagi tidak membuahkan hasil yang positif. Baik melalui Dinas Pendidikan maupun lainnya. Padahal, untuk saat ini penambahan lokal sangat dibutuhkan untuk pengembangan sekolah yang lebih baik.
Belum lagi masalah buku pelajaran, tidak kalah memprihatinkan jika kita periksa isi tas siswa dan melihat buku pelajaran yang mereka miliki. Alhasil, kita tidak akan menemukannya. Kalaupun ada, keadaannya pasti pasti juga sangat lusuh. Mereka semua bertumpu pada buku pelajaran yang dimiliki sekolah.
Anak-anak belajar tidak dengan buku pelajaran yang dimiliki masing-masing. Yang ada buku pelajaran yang dimiliki guru dan sekolah. Saya sebagai guru menyayangkan kondisi ini, karena sebenarnya anak-anak pedalaman juga mempunyai motivasi belajar yang cukup tinggi. Pasalnya, sekolah menjadi tumpuhan satu-satunya pendidikan bagi anak-anak untuk mengenyam pendidikan dasar.
Nasib para guru di pedalaman pun tak kalah memprihatinkan, terutama bagi para guru honorer. Para guru tersebut banyak yang mengajar 2 sampai 3 kelas sekaligus. Hal ini karena kurangnya tenaga guru di sekolah pedalaman. Guru yang hanya dihonor 50ribu sampai 100ribu tiap bulan itu dituntut bekerja ekstra.
Tetapi, alhamdulillah sekarang pemerintah telah memfasilitasi masyarakat, terutama anak-anak untuk memperoleh kelayakan pendidikan dengan mudah sehingga perkembangan kualitas pendidikan di daerah ini sudah mulai ada peningkatan. Meskipun demikian, proses belaja-mengajar selalu saja mengahdapi kendala dan problema yang dihadapi.
Inilah sebuah takdir saya sebagai guru di daerah pegunungan. Akan tetapi, sebagai guru profesional, saya tidak boleh mengeluh. Saya harus tetap mengupayakan menjadi guru yang sebaik-baiknya karena Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam urusan dunia didik-mendidik. Ada hubungan yang kuat yaitu kualitas guru akan ikut mempengaruhi kualitas murid-muridnya. Salah satu parameter untuk mengukur kualitas guru antara lain penguasaan materi dan kemampuan dalam menyampaikan materi pada murid-muridnya.
Banyak kalangan menilai bahwa kualitas guru masih memprihatinkan. Faktor penyebabnya antara lain latar belakang pendidikan guru yang kurang memadai, kesejahteraan, serta rasa percaya diri kalangan guru itu sendiri dan keengganan untuk meningkatkan ilmunya.
Seorang guru juga dituntut untuk mau belajar, bukan hanya mengajar saja, termasuk di dalamnya mempelajari bagaimana menjadi seorang guru yang memiliki kepribadian menarik. Karena, bagaimanapun 'guru juga manusia'. Dan, setiap manusia perlu memiliki kepribadian menarik. Dengan berkepribadian menarik, disadari atau tidak akan menjadi daya tarik bagi muridnya untuk tetap setia mengikuti pelajaran yang diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar