DOWNLOAD

Sabtu, 16 Juli 2011

Strategi kognitif

STRATEGI KOGNITIF
A. Latar Belakang
Strategi kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental yang bisa digunakan individu untuk mendapatkan, menahan, serta mengambil kembali berbagai pengetahuan dan kepandaian (Rigney, 1978 dalam Jonassen (1987). Strategi kognitif mencerminkan bagaimana seseorang belajar, mengingat, dan berfikir serta bagaimana memotivasi diri mereka sendiri (Weinstein dan mayer, 1985 dalam Jonassen (1987). Jonassen (1987) berkesimpulan bahwa strategi-strategi kognitif merepresentasikan kegiatan-kegiatan kognitif yang sangat luas yang mendukung pembelajaran seseorang. Dengan demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat penting bagi siapa pun untuk mencapai kompetensi yang baik.
Menurut van den Akker dan Plomp (Hadi, 2001: 4) mendeskripsikan penelitian pengembangan berdasarkan dua tujuan yaitu (1) pengembangan untuk mendapatkan prototipe produk, (2) perumusan saran-saran metodologis untuk pendesainan dan evaluasi prototipe tersebut.
Richey and Nelson (Hadi, 2001: 4) mendefiniskan Penelitian pengembangan sebagai suatu pengkajian sistematis terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, praktikalitas dan efektivitas.
Suatu produk atau program dikatakan valid apabila ia merefleksikan jiwa pengetahuan (state-of-the-art knowledge). Ini yang kita sebut sebagai validitas isi; sementara itu komponen-komponen produk tersebut harus konsisten satu sama lain (validitas konstruk). Selanjutnya suatu produk dikatakan praktikal apabila produk tersebut menganggap bahwa ia dapat digunakan (usable). Kemudian suatu produk dikatakan efektif apabila ia memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pengembang.
A. Strategi Kognitif
Strategi kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental yang bisa digunakan individu untuk mendapatkan, menahan, serta mengambil kembali berbagai pengetahuan dan kepandaian (Rigney, 1978 dalam Jonassen (1987). Strategi kognitif mencerminkan bagaimana seseorang belajar, mengingat, dan berfikir serta bagaimana memotivasi diri mereka sendiri (Weinstein dan mayer, 1985 dalam Jonassen (1987). Jonassen (1987) berkesimpulan bahwa strategi-strategi kognitif merepresentasikan kegiatan-kegiatan kognitif yang sangat luas yang mendukung pembelajaran seseorang. Dengan demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat penting bagi siapa pun untuk mencapai kompetensi yang baik.
Strategi kognitif dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah kaitan antara informasi yang disajikan dengan pengetahuan yang sudah ada melalui suatu pemrosesan informasi secara sadar dan sengaja (generatif) dengan tujuan meningkatkan retensinya. Dalam hal ini, Bruning (1983) dalam Jonassen (1987) berpendapat bahwa strategi kognitif memfasilitasi transfer informasi dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.
Secara umum strategi kognitif dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu strategi utama dan strategi pendukung (Jonassen, 1987). Strategi utama dipakai langsung pada materi yang pelajari, yaitu merepresentasikan kegiatan-kegiatan pemrosesan informasi. Sementara itu, strategi pendukung digunakan untuk memelihara iklim belajar yang memadai.
Ada dua jenis strategi utama : strategi pemrosesan materi (informasi) dan strategi kognitif aktif. Strategi kognitif aktif meliputi sistem belajar seperti MURDER atau SQ3R . Strategi pemrosesan materi meliputi strategi-strategi kognitif semacam pembuatan catatan, mengggarisbawahi, dan uji preparasi (seperti, bertanya pada diri sendiri tentang hal yang sedang dipelajari). Bila strategi-strategi kognitif aktif mengasumsikan proses kognitif tertentu dari materi, maka strategi pemrosesan informasi mengutamakan kegiatan-kegiatan pemrosesan secara langsung.
Strategi pemrosesan informasi dikelompokkan menjadi empat. Keempat jenis strategi pemrossan itu adalah recall, integrasi, organisasi, dan elaborasi, yang masing-masing mencakup beberapa strategi spesifik (Jonassen, 1987).
Strategi-strategi recall konsentrasinya pada praktek pengulangan. Strategi integrasi dan organisasi - disebut juga strategi recall and transformation – merupakan strategi-strategi pemrosesan yang memfasilitasi transformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat. Strategi-strategi organisasi membantu dalam menstrukturisasikan dan merestrukturisasi dasar pengetahuan seseorang, yaitu melihat bagaimana ide-ide dihubungkan dengan ide-ide lainnya. Dalam strategi-strategi elaborasi, informasi dielaborasi dengan menambahkan informasi untuk membuat materi lebih menghasilkan citra-citra fisik dan mental.
Selain strategi utama yang beroperasi langsung pada informasi, individu juga selayaknya menggunakan strategi pendukung (Jonassen, 1987). Strategi-strategi pendukung dimaksudkan untuk mendukung pemrosesan informasi dengan membantu individu untuk memelihara orientasi belajar yang baik. Strategi pendukung ini meliputi strategi-strategi sistem belajar, seperti penetapan tujuan, manajemen waktu, manajemen konsentrasi, dan tehnik-tehnik relaktasi, serta strategi-strategi metalearning.
Strategi Metalearning didefinisikan sebagai kesadaran akan pengetahuan dan penggunaan pantauan terhadap sasaran-sasaran kognitif individu, pengalaman dan aksi-aksi, yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan retensi materi pelajaran (Brezin, 1980 dalam Jonassen, 1987). Metalearning merupakan strategi pendukung yang paling penting yang berdasar pada prinsip-prinsip metamemori.
Menurut Strenberg (1983) dalam Jonassen (1987), metalearning adalah mekanisme kontrol eksekutif tingkat tinggi yang memungkinkan individu merespon situasi belajar yang berbeda dengan cara merefleksi dan menginplementasikan strategi-strategi. Kemampuan metalearning ini sangat penting bagi seseorang untuk memantau sejauh mana perkembangan belajarnya.
Dalam kaitannya dengan metalearning, Flavell dan Wellman (1977) dalam Jonassen (1987) menemukan bahwa individu yang lebih pandai, lebih cakap dalam menyeleksi dan menggunakan strategi yang sesuai untuk memonitor proses penyimpanan dan pengambilan informasi mereka. Individu yang baik tetap sadar untuk memonitor pembelajaraannya secara lebih konsisten.
Brezin (1980) dalam Jonassen (1987) mengidentifikasi lima kelompok strategi metalearning (atau bisa disebut sebagai strategi monitoring), yaitu perencanaan, attending, encoding, reviewing dan evaluasi, yang gambarannya adalah sebagai berikut:
Strategi perencanaan meliputi seleksi (identifikasi sasaran belajar), persiapan (mengaktifkan skemata yang relevan), pengukuran (menentukan kesulitan atau kedalaman proses yang diperlukan), dan estimasi (memprediksi kebutuhan proses informasi dari tugas).
Strategi atttending meliputi pendekatan, pencarian (menghubungkan informasi yang disajikan dengan ingatan), pengkontrasan (membandingkan informasi yang disajikan dengan ingatan), dan validasi (konfirmasi informasi yang disajikan dengan pengetahuan yang sudah ada).
Strategi encoding meliputi elaborasi (mencoba mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada) dan menghubungkan secara kualitatif (mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada secara lebih dalam).
Strategi review meliputi konfirmasi (pengggunaan informasi baru) pengulangan (mempraktekkan recall), dan perbaikan (revise).
Strategi evaluasi mencakup pengujian (menentukan konsistensi materi baru), dan penilaian (penilaian informasi).
Dari uraian tentang taksonomi strategi kognitif tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi strategi-strategi metalearning lebih kepada memonitor proses mengetahui daripada menghasilkan pemahaman. Sementara itu, strategi-strategi pemrosesan informasi lebih kepada menghasilkan pemahaman informasi.
Untuk menjadi individu yang kompeten, setiap orang harus memiliki strategi kognitif yang baik. Pressley, et al. (1983) dalam Pressley (1990) berkeyakinan bahwa kompetensi sering merupakan hasil dari penggunaan strategi yang tepat, dan bukan dikarenakan kemampuan superior pribadi atau kerja keras belaka.
Menurut Pressley (1986); Pressley, Borkowski, & Schneider (1987) dalam Pressley (1990), pengguna strategi yang baik adalah seseorang yang mempunyai suatu varitas strategi dan menggunakan prosedur-prosedur tersebut untuk mengatasi tantangan kognitif. Hal ini diperkuat oleh Pressley (1990) yang didasarkan pada hasil penelitian yang membuktikan bahwa individu yang sukses memiliki strategi kognitif yang lebih baik daripada individu yang kurang sukses.
Individu yang memiliki strategi kognitif yang baik adalah individu yang memiliki kesadaran metakognisi. Artinya, yang bersangkutan tidak hanya memiliki strategi-strategi dalam pemrosesan informasi, tetapi juga memiliki strategi-strategi metalearning. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa individu berkesadaran metakognitif lebih strategis dan bertindak lebih baik dibanding individu yang tidak berkesadaran metakognitif (Garner & Alexander, 1989; Pressley & Ghatala, 1990 dalam Schraw & Dennison, 1994). Salah satu sebabnya adalah karena kesadaran metakognitif memungkinkan seseorang untuk merencanakan, merangkai, dan memonitor belajarnya dengan cara yang langsung meningkatkan kepandaiannya. Hal ini diperkuat oleh Resnick (1989) yang menyatakan bahwa individu yang sukses cenderung mengelaborasi dan mengembangkan penjelasan dari buku atau materi lain secara mandiri serta cenderung memonitor pemahaman sendiri. Lebih jauh Schraw & Dennison (1994) menyebutkan bahwa perbedaan dalam penggunaan strategi dan kepandaian lebih berkaitan dengan perbedaan kesadaran metakognitif daripada dengan perbedaan dalam bakat intelektual.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kompetensi yang optimal, individu harus memiliki strategi kognitif. Strategi kognitif yang selayaknya dimiliki tidak hanya strategi-strategi utama, seperti strategi-strategi pemrosesan informasi yang bekerja lebih kepada menghasilkan pemahaman informasi, tetapi juga strategi-strategi pendukung, seperti : penetapan tujuan, manajemen waktu, manajemen konsentrasi, dan tehnik-tehnik relaktasi, serta strategi-strategi metalearning, yang berfungsi memonitor proses belajar agar iklim belajar yang memadai dapat terpelihara. Semakin banyak strategi kognitif yang dimiliki atau dikuasai, semakin besar peluang seseorang untuk memiliki strategi kognitif yang baik. Selanjutnya, semakin baik strategi kognitif yang digunakan, semakin besar peluang seseorang untuk menjadi individu yang kompeten.

B. Model Dick And Carey dapat menjadi strategi kognitif pengembangan sistem pembelajaran
Dick, Carey, dan Carey (2001) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan Carey (2001) bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development /ISD). Jika berbicara masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu kepada instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah payung bidang (Dick, Carey, dan Carey, 2001).
Komponen model Dick, Carey, dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga belajar (pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF, 2006). Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu mengembangkan format evaluasi (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Jika dari hasil evaluasi menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Komponen model Dick, Carey, dan Carey dipengaruhi oleh Condition of Learning hasil penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1965. Condition of learning ini berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara eklektic (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Tiga proyek utama yang dihasilkan oleh Gagne (Bostock, 1996) yaitu 1) instructional events, 2) types of learning outcomes, 3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain pembelajaran.
Komponen dan tahapan model Dick, Carey, dan Carey lebih kompleks jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain seperti Morrison, Ross, & Kemp (2001). Walaupun model Morrison, Ross, & Kemp juga memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem, tetapi sedikit berbeda. Mereka menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis tetapi bukan pendekatan sitematis. Tahapan yang diguanakan yaitu perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan management proses. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis untuk mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi masalah-masalah apa yang akan dipecahkan. Model Dick, Carey, dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian pengembangan yang dilakukan berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar mandiri (Nasution, 1995; Dick, Carey, dan Carey, 2001; Heinich, Molenda, Russel, & Smadino, 2002). Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh Canale & Swain (1980) memungkinkan pebelajar bahasa (sebagaimana dinyatkan oleh Sadtono, 1987) dapat mengoptimalkan kompetensi komunikatif.
Seperti yang diuraikan sebelumnya, tahapan model pengembangan sistem pembelajaran (Instructional Systems Develovment / ISD) Dick, Carey, dan Carey (2001) terdiri dari 10 tahapan. Tahapan tersebut dapat dicermati sebagaimana dalam gambar 2.2. Khusus tahapan ke 10 tidak dimasukkan dalam gambar, karena itu landasan teori penelitian ini dikembangkan berdasarkan 9 tahapan. Berikut dijelaskan tahapan pengembangan sistem pembelajaran Dick, Carey, and Carey:
1. Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan,
Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan setelah warga belajar melaksanakan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan dari analisis kebutuhan, dari kesulitan-kesulitan warga belajar dalam praktek pembelajaran, dari analisis yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dalam bidang, atau beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual.
2. Melakukan analisis Pembelajaran,
Setelah mengidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah terakhir dalam proses analisis tujuan pembelajaran adalah menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang disebut sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang diperlukan oleh warga belajar untuk memulai pembelajaran.
3. Menganalisis warga belajar dan lingkungannya,
Analisis pararel terhadap warga belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan konteks apa tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran. Keterampilan-keterampilan warga belajar yang ada saat ini, yang lebih disukai, dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan karakteristik atau setting pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan diterapkan. Langkah ini adalah langkah awal yang penting dalam strategi pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan khusus,
Menuliskan tujuan unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan tentang perilaku awal, catatlah pernyataan khusus tentang apa yang dapat dilakukan oleh warga belajar setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-pernyataan tersebut diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dimaksudkan untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja.
5. Mengembangkan instrumen penilaian,
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan produk evaluasi untuk mengukur kemampuan warga belajar melakukan tujuan pembelajaran. Penekanan utama berada pada hubungan perilaku yang tergambar dalam tujuan pembelajaran dengan untuk apa melakukan penilaian.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran,
Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik warga belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif.
7. Mengembangkan materi pembelajaran,
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk pengembangan ini meliputi petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran, dan soal-soal. Materi pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada disekitar perancang.
8. Merancang & Mengembangkan Eva Formatif,
Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh tersebut sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar. Ada tiga tipe evaluasi formatif : uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil (small group) dan uji lapangan (field evaluation).
9. Merevisi Pembelajaran,
Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.
10. Mengembangkan evaluasi sumatif.
Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran di atas, tahapan ke-10 (sepuluh) tidak dijalankan. Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick & Carey, (2001) sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar